KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia dan
nikmat bagi umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah KRIMINOLOGI dengan Judul “KORUPSI DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI”, karena
terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna
untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Tidak
lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah turut membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan
bimbingan yang telah diberikan kepada penulisan mendapat balasan yang setimpal
dari Allah SWT. Amin
Akhirnya
penulis berharap semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca.
Pekanbaru , 05 Desember
2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar …………………………………………………………………………… 1
Daftar
Isi …………………………………………………………………………………. 2
Bab I Pendahuluan
A.Latar
Belakang ………………………………………………………………………… 3
B.Rumusan
Masalah …………………………………………………………………….. 5
C.Tujuan
Penulis ………………………………………………………………………… 5
Bab
II Pembahasan
1.Korupsi
dan Kejahatan Terorganisir ………………………………………………… 6
2.Makna
Tindak Pidana Korupsi ………………………………………………………. 7
3.Korupsi
dan Politik Hukum Ekonomi ……………………………………………….. 8
4.Korupsi dan Desentralisasi ……………………………………………………………. 11
5.Faktor-Faktor
Kejahatan Korupsi dalam Segi Kriminologi ……………………….. 13
6.Upaya
Mencegah Kejahatan Korupsi ……………………………………………….. 16
7.Manfaat
Memberantas Korupsi Demi Pembangunan Ekonomi …………………… 17
Bab
III Penutup
A.Kesimpulan ……………………………………………………………………………. 19
B.Saran …………………………………………………………………………………… 21
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………………………. 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Permasalahan kejahatan bukanlah semata-mata permasalahan
abad teknologi modern dewasa ini. Meskipun manusia sudah demikian pesat maju
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan telah di lakukan banyak terobosan
baru. Permasalahan kejahatan masih tetap merupakan duri dalam daging dan pasir
dalam mata. Secara umum telah disadari bahwa permasalahan kejahatan akan selalu
ada dan tetep akan sampai dunia ini berakhir. Korupsi merupakan salah satu
masalah nasional yang dikualifikasi sebagai kejahatan yang dapat menghambat usaha-usaha
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan di samping merupakan
tindakan penyelewengan terhadap kaidah-kaidah hukun dan norma-norma sosial
lainnya sehingga masalah korupsi merupakan ancaman serius dalam mencapai
masyarakat yang adil dan makmur.
Sejarah telah membuktikan bahwa hancurnya suatu negara,
pemerintah bahkan masyarakat disebabkan oleh merajalelanya tindak pidana
korupsi. Lebih tragis lagi apabila terj adinya korupsi bahkan disebabkan
pelakunya kesulitan ekonomi, melainkan untuk menumpuk kekayaan diri pri badi
.Sebagai penyakit pada umunnya, maka korupsi perlu ditanggulangi, paling
sedikit harus dicegah terjadinya. galah satu sarana untuk menanggulangi adalah
dengan peraturan hukum.[1]
Korupsi adalah bentuk kejahatan. Kebanyakan orang, termasuk ulama, akan sepakat
tentang hal itu.
Kriminologi adalah disiplin ilmu yang menjadikan kejahatan
sebagai objek studinya. Namun, korupsi jarang menjadi fokus penelitian
kriminologi. Ketika korupsi diteliti, itu sebagian besar dalam konteks konsep
yang lebih luas dari kejahatan, seperti kejahatan terorganisir (organized
crime).[2]
Kajian tentang korupsi dari aspek kriminologis menjadi penting, mengingat
kriminologi memberikan sumbangan yang sangat besar bagi hukum pidana, dengan
mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kejahatan korupsi, yang
menjadi dasar kebijakan kriminal dalam proses penanggulangan tindak
pidana korupsi.
Peraturan Perundang – Undangan merupakan wujud dari politik
hukum institusi Negara dirancang dan disahkan senabagai Undang-Undang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Tebah pilih. Begitu kira-kira pendapat
beberapa praktisi dan pengamat hukum terdapat gerak pemerintah dalam menangani
kasus korupsi Akhir-akhir ini.
Para pejabat Negara menjadikan kasus korupsi dijadikan
senjata ampuh dalam pidatonya, bicara seolah ia bersih, anti korupsi.
Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat
dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Lemahnya hukum di Indonesia dijadikan
senjata ampuh para koruptor untuk menghindar dari tuntutan.[3]
Dari penjelasan di
atas, penulis mencoba untuk mencari tahu factor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan korupsi.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah
ini adalah :
- Jelaskan korupsi dan kejahatan terorganisir itu?
- Bagaimanakah makna tindak pidana korupsi?
- Apa hubungan antara korupsi dan politik hokum ekonomi?
- Apa hubungan antara korupsi dan desentralisasi?
- Apa sajakah factor-faktor kejahatan korupsi dari segi kriminologi?
- Bagaimana upaya mencegah kejahatan korupsi?
- Apa maksud memberantas korupsi demi pembangunan ekonomi?
C.
Tujuan Penulis
- Untuk mengetahui korupsi dan kejahatan terorganisir
- Untuk mengetahui makna tindak pidana korupsi
- Untuk mengetahui hubungan antara korupsi dan politik hokum ekonomi
- Untuk mengetahui hubungan antara korupsi dan desentralisasi
- Untuk mengetahui factor-faktor kejahatan korupsi dari segi kriminologi
- Untuk mengetahui upaya mencegah kejahatan korupsi
- Untuk mengetahui memberantas korupsi demi pembangunan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Korupsi Dan Kejahatan Terorganisir
Kejahatan
terorganisir telah menjadi domain yang paling penting dalam kriminologi untuk
penelitian tentang korupsi. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya inisiatif
kebijakan kriminal internasional pada akhir tahun sembilan puluhan dalam
memerangi kejahatan terorganisir. Kejahatan terorganisir dianggap sebagai
fenomena kejahatan yang semakin mengancam perekonomian negara,
tetapi tampaknya sulit bagi penegak hukum untuk menangkap jaringan
ilegal di balik kejahatan terorganisir tersebut. Pencucian uang (money
laundering) dan korupsi dianggap sebagai mekanisme yang digunakan oleh
organisasi kejahatan untuk memfasilitasi atau untuk melanjutkan kegiatan
ilegal yang menguntungkan mereka tanpa terdeteksi. Dalam kasus pencucian uang,
terdapat simbiosis unik antara kejahatan terorganisir dengan pasar legal
yang berhubungan dengan antara lain sektor keuangan, sektor real estate
dan perdagangan seni. Dalam kasus korupsi, dibedakan antara korupsi pada
tingkat politik, pada tingkat penegakan atau pada tingkat administrasi.
Pada skala
dunia, Van Dijk menemukan korelasi yang kuat antara tingkat kejahatan
terorganisir dalam suatu negara dengan tingkat korupsi, seperti dilansir
Transparansi Internasional. Namun, perlu disadari
bahwa hubungan dengan organisasi ilegal hanya satu dimensi tertentu dari
korupsi. terdapat dimensi lain dari korupsi yang menjadi alasan pentingnya
membahas korupsi sebagai fenomena kejahatan.[4]
2. Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy
Pope dalam bukunya Confronting: The Elemen of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi
keprihatianan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan
totaliter, dictator yang meletakakan kekuasaan di tangan segelintir orang.
Namun, tidak berarti dalam system social politik yang demokratis tidak ada
korupsi bahkan bisa lebih parah berarti dalam system social politiknya
teleransi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.
Korupsi juga tindakan pelanggran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dleter Frish, mantan
Direktur Jendral Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar
biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan
standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alas
an keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan public, korupsi
selalu menyebabkan situasi social ekonomi tak pasti (uncertenly).
Ketidakpastian ini tidak asimetris
informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sector swasta sering melihat ini
sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit
diprediksi berapa Return of investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya
yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi, Akhiar
Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk,
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tidak pidana korupsi
sebagaimana Maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto,
Penggiat Ekonomi Pancasila, dalamdalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi
bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang
kini kita lunakan menjadi “KKN”.
Perubahan nama dari korupsi menjadi
KKN ini barang kali beralasan karena praktek korusi korupsi memang terkait
koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian”
ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih
mudah diteleransi dibandingakan dengan penggunaan kata korupsi secara gambling
dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.[5]
3. Korupsi Dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalan
mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dengan geliat ekonomi
yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh
media masa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan
pengembangan model-model korupsi.
Dimensi politik hukum yang merupakan
“kebijakan pemberlakuan” atau “anactment policy”, merupakan kebijakan
pemberlakuan sangat dominant di Negara berkembang, pengusaha tepatnya, untuk
hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan
dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu
bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Fakta yang terjadi menunjukan bahwa
Negara-negara industri tidak dapat lagi menggulur Negara-negara berkembang soal
praktik korupsi, karena melalui korusilah system ekonomi social rusak, baik
Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The Confession of Economic Hit
Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika serikat
melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional
terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup
oleh pengusaha Indonesia saat ini.
Demokrasi dan metamorfosis Korupsi
pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru, Soeharto,
membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Reformasi,
begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut. Namun sayangnya reformasi harus
dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang
“Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu.
Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi
senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya rakyat tak pernah
sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang
lahir dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi
tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi daerah yang
diikuti oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah, korupsi mengalami
pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan. Disharmonisasi politik ekonomi
social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus naik karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di
Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan.
Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial., kepentingan pribadi menjadi
pilihan utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara
individual menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar
orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas
public.
Biro prlayanan public justru digunakan
oleh pejabat public untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi
promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas
pelayanan public, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan
ini menyeruak di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto
menjelaskan, kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan
pemerintah pada keadilan.
Korupsi harus dianggap menghambat
pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika
sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di
daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota
DPR/DPRD) adalah wakil rakyat.
Jika wakil-wakil rakyat sudah
“berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi
rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon 1997/1998 ada
anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak pada
konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka
ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social
sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak kembangkannya
keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil,
atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara.
Kita menghimbau para filosof dan
ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara empiric indktif
yaitu selalu menggunakan data-data empiric dalam berargumentasi, tidak hanya
berpikir secara teoritis saj, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada
teori-teori berat.
Dengan berpikir empiric
kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi
masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah
orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat
banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan.
Negara kaya atau miskin sama saja,
apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu
mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang
menunjukan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara
kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di
Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia.
Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk
mengendalikan sumber dya alam kepada perusahaan multinasional dan negar adi
daya yang Didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi
harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun Kelompoknya.[6]
4.
Korupsi
dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan
paling mencolok Setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia
banyak pengamat ekonomi merupakan kasus Pelaksanaan desentralisasi terbesar di
dunia, sehingga Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi kasus menarik
bagi studi banyak ekonomi dan pengamat politik dunia. Kompleksitas permasalahan
muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian
kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislative daerah.
Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar
dalam kehidupan social politik ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi
salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun juga sering membuat makin
parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya penguatan-penguatan
yang lahir melalui Perda (pendapan daerah) yang dibuat dalam rangka
meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di
daerah.
Mereka tidak sadar, karena praktek itulah inpestor menahan
diri untuk masuk daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya
rendah dengan akibat itu semua kemiskinan meningkat karena Lapangan pekerjaan
menyempip dan pembangunan ekonomi pembangunan di daerah terhambat boro-boro
memacu PAD.
Terdapat bobot yang menentukan daya saing infestasi daerah.
Pertama, factor kelembagaan. Kedua, factor inpraskruktur, ketiga, fakor social
politik. Keempat, factor ekonomi daerah. Kelima, factor ketenaga kerjaan hasil
penelitian komite pemantauan Pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD) menjelaskan
pada tahun 2002 faktor kelembagaan dalam hal ini pemerintah daerah sebagai
factor penghamabat terbesar bagi inpestasi.
Hal ini berarti birokrasi menjadi penghambat utama bagi
infestasi yang menyebabkan munculnya Haighcost economy yang beratri praktek
korupsi yang melalui pungutan-pungutan liar yang berarati liar dan dana pelican
marah pada awal Pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah terserbut. Dan
jelas ini emnhambat tumbuhnya kesempatan Kerja dan pengurangan kemiskinan di
daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor
penghambat utama tersebut berubah.[7]
Kondisi social politik dominant menjadi hambatan bagi
tumbuhnya di daerah. Pada 2005 banyak daerah banyak melalukan pemilihan Kepala
daerah (Pilkada secara langsung yang menyebabkan instabilitasi politik di
daerah yang membuat enggan para inspector untuk menanam modalnya di daerah.
Dalam situasi politik ini, inspector local memilih modalnya kepada ekspestasi
politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon Kepala daerah tertentu
dengan harapan akan memperoleh kemenagan dan memperoleh proyek pembangunan di
daerah sebagai imbalannya.
Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan
ekonomi. Justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah
(Goverenment expenditure) karena para inspector hanya mengerjakan
prokyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan aut put baru di luar pengeluaran
pemerintah (biaya aparatur Negara) bahkan akan berdampak pada inspestasi
pengeluaran pemerintah.
Karena untuk meningkatkan PAD-nya mau tidak mau pemerintah
harus mengenjot pemdapatan dari pajak dan retrevusi melalui berbagai Perda
(peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak
pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi yang
menjadi penyebab munculnya haigh cost economy yang melahirkan ekonomi tersebut
akan di dukung oleh birokrasi yang njelimet.
Seharusnya titik tolak daerah adalah pembangunan ekonomi
daerah dengan menarik infestasi daerah yang sebesar-besarnya dengan
merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka Waktu pengurusan
Dokumen usaha serta membersihkan birokrasi dari prektek korupsi. Peneingkatan
PAD (pendapatan asli daerah), pengurangan jumlah pengurangan jumlah penganguran
dan kemiskinan pasti mengikuti.[8]
5. Faktor-Faktor Kejahatan Korupsi Dari
Segi Kriminologi
Kejahatan merupakan suatu fenomena
yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya
dalam keseharian kita dapat menangkap komentar tentang suatu peristiwa
kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata
tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri.
Kejahatan
merupakan bagian dari masalah manusia dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena
itu harus juga diberikan batasan-batasan tentang apa yang dimaksud dengan
kejahatan itu sendiri baru kemudian dapat dibicarakan unsur-unsur lain yang
berhubungan dengan kejahatan tersebut, misalnya siapa yang berbuat,
sebab-sebabnya dan sebagainya.
Korupsi
adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang yang
berkaitan dengan penyogokan dan penggelapan uang. Sehingga dapat kami simpulkan
apa-apa yang dapat menjadi faktor-faktor kejahatan korupsi ditinjau dari sudut
pandang kriminologi adalah :
1.
Kurang
Keimanan
Semakin
tinggi seseorang menguasai ilmu pengetahuan dan iptek,tanpa dibarengi dengan
keimananya tidak mustahil seseorang akan terjerumus untuk melakukan tindak
kejahatan korupsi,dikarenakan kekurangan iman dan siraman keagamaan kepada
orang tersebut.oleh karena itu harus
terdapat keseimbangan antara iptek dan imtak,sehingga dapat membenteng diri seseorang agar tidak melakukan tindak
kejahatan korupsi.
2.
Faktor
Ekonomi
Salah satu
penyebab seseorang melakukan kejahatan korupsi adalah disebabkan oleh faktor
ekonomi yang mana dalam diri manusia ada rasa ketidak puasan terhadap apa yang
yang sudah ada ia miliki.sehingga menimbulkan kecendrungan untuk melakukan
suatu kejahatan korupsi.dalam kehidupan masyarakat kejahatan korupsi tidak hanya
terjadi dipemerintahan tetapi juga terjadi dalam lingkungan masyarakat,
misalnya dalam kegiatan seminar,dalam hal ini mengajukan proposal ke rektorat
yang mana dana yang diminta melebihi apa yang sewajarnya diperlukan.kondisi
ekonomi yang tidak menentu dalam suatu Negara dapat menyebabkan seseorang
melakukan tindakan kriminal.
3.
Faktor
Lingkungan
Penyebab
seseorang dapat melakukan kejahatan korupsi dapat timbul dari faktor lingkungan
dimana ia hidup dan berkediaman.lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan diri
seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kejahatan. Faktor
lingkungan merupakan faktor yang dominan untuk menentukan seseorang melakukan
suatu kejahatan, khususnya kejahatan korupsi.sehingga tidak menjadi jaminan
bahwa seseoran yang hidup dalam lingkungan yang baik, untuk tidak melakukan
kejahatan korupsi,oleh karena itu harus disesuaikan dengan iptek dan
imtak(seimbang).sehingga tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan masyarakat
tersebut.
4.
Faktor
Hokum
Dari segi
kriminologi faktor hukum merupakan salah satu penyebab yang dapat menimbulkan
kejahatan korupsi, dimana lemahnya pengawasan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah yang berwenang dalam hal ini,sehingga banyak orang-orang terus
melakukan kejahatan korupsi, disebabkan oleh lemahnya pengawawsan dalam hal
ini.ketidak takutan seseorang terhadap hukum yang memicu banyaknya terjadi
kejahatan korupsi.dimana sanksi yang terdapat begitu ringan,dan sanksi yang
tidak konsisten.
5.
Kultur
Kebudayaan
Kultur
budaya yang terdapat dalam masyarakat maupun instansi pemerintahan dapat memicu
terjadinya kejahatan korupsi.kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat
maupun instansi pemerintahan tersebut antara lain: kerjasama untuk melakukan
kejahatan,enggan atau takut untuk melaporkan adanya suatu kejahatan.sehingga
sulit untuk memberantas kejahatan korupsi ini, yang telah menjadi budaya dalam
kehidupan masyarakat maupun berbangsa dan negara.
6.
Faktor
Social
Faktor
social bisa menjadi alasan mengapa seseorang bisa melakukan kejahatan
korupsi,yang disebabkan antara lain karena kebiasaan yang terdapat dalam diri
individu masing-masing,dan dapat pula disebabkan karena adanya kesempatan untuk
melakukan tindak kejahatan tersebut.kebiasaan dan kesempatan bisa menjadi
momentum seseorang untuk melakukan korupsi dimana kurangnya pengawasan dalam
hal tersebut.
7.
Faktor Perilaku Individu
Apa bila
dilihat dari segi perilaku korupsi,sebab-sebab ia melakukan korupsi dapat
timbul dari dorongan dalam dirinya,yang dapat pula dikatakan sebagai
keinginan,niat,atau kesadaran untuk melakukan.sebab-sebab manusia terdorong
untuk melakukan korupsi antara lain:sifat tamak manusia,moral yang kurang kuat
menghadapi godaan,penghasilan yang kurang mencukupi,kebutuhan hidup yang
mendesak,gaya hidup konsumtif,tidak mau bekerja keras, ajaran agama yang kurang
diterapkan.[9]
6.
Upaya Mencegah Kejahatan Korupsi
Upaya-upaya yang bisa dilakukan
untuk mencegah atau mengatasi kejahatan korupsi ditinjau dari kriminilogi
antara lain:
1)
Menyeimbangkan
antara iptek dan imtak
2)
Melakukan
penyuluhan hukum yang berkaitan dengan masalah korupsi
3)
Melakukan
pengawasan terhadap jalanya pemerintah baik secara represif maupun reprentif
4)
Meningkatkan
kualitas keimanan individu masing-masing
5)
Menumbuhkan
rasa kesadaran masyarakat akan bahayanya korupsi
6)
Menerapkan
sanksi yang berat bagi pelaku korupsi
7)
Penyederhanaan
system pemerintahan
8)
Menumbuhkan
sikap jujur dalam bermasyarakat
9)
Menumbuhkan
sikap tanggung jawab akan tugas dan kewajibanya.[10]
7. Manfaat Memberantas Korupsi Demi
Pembangunan Ekonomi
Selain menghambat pertumbuhan
ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan system pemerintahan demokratis.
Korusi Memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau Kelompok,
yang mengesampingkan kepentingan public. Dengan begitu korupsi menutup
rapat-rapat kesempatan rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi dan kualitas
hidup yang lebih baik.
Pendekatan yang paling ampuh dalam
melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata
pemerintahan melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern
mengedepankan system tanggung gugat dalam tatanan seperti ini harus muncul pers
yang bebas dengan batas-batas undang-undang, yang juga harus mendukung
terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi.
Demikian pula dengan pengadilan.
Pengadilan merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatip tidak lagi
menjadi hamba penguasa. Namun memiliki ruang kebebasan menegakan kedaulkatan
hukum dan peraturan dengan Demikian akan terbentuk lingkaran perbaikan yang
memungkin seluruh pihak untuk melalukan pengawasan, dan pihak lain diawasi.
Namun, konsep ini sangat mudah dituliskan atau dikatakan dari pada
dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktui yang cukup lama untuk membangun
pilar-pilar.
Bangunan integritas nasional yang
melakukan tugas-tugas yang efektif dan berhasil menjadikan tindakan korupsi
sebagai prilaku beresiko yang sangat tinggi dengan hati yang sedikit. Kedua,
hal yang paling sulit dan punda mental dari semua perlawanan terhadap korupsi
adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will).
Kemauan politik yang dimaksud bukan
sekedar kemauan para politis dan orang-orang yang berkecimbung dalam ranah
politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan
politik yang termanisfestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh
kecerdasan sasial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen atau
sastra social.
Sehingga jabatan politik tidak lagi
digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tanggung jawabuntuk
mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang baik.
Dalam tatanan pemerintahan yang
demokratis, para politis dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat
sipil. Artinya kecerdasan social politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa
para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi.
Masyarakat sipil yang cerdas secara
social politik akan memilih pimpinan (politis) dan pejabat Negara yang memiliki
integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan
kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang
cerdas secara social politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat
di awasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi.
Ketika kontrusi integritas Nasional
berdiri kokoh dengan payung kecerdasar social politik masyarakat sipil, maka
pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan
mendorong pemerintah untuk menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang
potensial.[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kejahatan
adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai
perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian maka si
pelaku disebut sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari alam
nilai(penilaian masyrakat), maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif,
yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu.[12]
Perilaku
korupsi merupakan sebuah fenomena yang mendunia, dan negara-negara di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia- yang tercatat sebagai salah satu negara
terkorup- melakukan berbagai upaya untuk penanggulangannya. Meskipun demikian,
banyak negara yang tidak berhasil dalam upaya itu, karena tidak melakukan
pengkajian yang holistik tentang faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
korupsi, sehingga penanganannya pun tidak mencapai apa yang diinginkan.
Kriminologi dapat menjadi entry point dalam menentukan kebijakan kriminal yang
tepat dalam menanggulangi tindak pidana korupsi.[13]
Selain menghambat pertumbuhan
ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan system pemerintahan demokratis.
Korusi Memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau Kelompok,
yang mengesampingkan kepentingan public. Dengan begitu korupsi menutup
rapat-rapat kesempatan rakyat lemah menikmati pembangunan ekonomi dan kualitas
hidup yang lebih baik.[14]
faktor-faktor kejahatan korupsi
ditinjau dari sudut pandang kriminologi adalah :
a)
Factor
keimanan
b)
Factor
ekonomi
c)
Factor
hokum
d) Factor social
e)
Factor
lingkungan
f)
Factor
kultur kebudayaan
g)
Factor
prilaku individu
Upaya penanggulangannya antara lain:
a)
Menyeimbangkan
antara iptek dan imtak
b)
Melakukan
penyuluhan hukum yang berkaitan dengan masalah korupsi
c)
Melakukan
pengawasan terhadap jalanya pemerintah baik secara represif maupun reprentif
d) Meningkatkan kualitas keimanan
individu masing-masing
e)
Menumbuhkan
rasa kesadaran masyarakat akan bahayanya korupsi
f)
Menerapkan
sanksi yang berat bagi pelaku korupsi
g)
Penyederhanaan
system pemerintahan
h)
Menumbuhkan
sikap jujur dalam bermasyarakat
i)
Menumbuhkan
sikap tanggung jawab akan tugas dan kewajibanya
B.
Saran
Adapun
saran penulis sebagai pemakalah dalam mengatasi tindak korupsi ini yaitu
menciptakan masyarakat yang bersih dan jujur dengan cara menyeimbangkan antara
iptek dan imtak, mempertebal iman dan taqwa kepada Allah swt, dan menumbuhkan
sikap tanggungjawab akan tugas dan kewajiban yang diembannya.
Oleh karena itu penulis mengajak teman-teman
seperjuangan yang sebagai penerus bangsa dimasa akan datang untuk lebih giat
lagi belajar, mempertebal iman dan taqwa, guna memajukan Negara yang kita
cintai ini untuk lebih maju lagi dari sekarang dan bebas dari korupsi.
Komentar
Posting Komentar